Mitranegaragpri-ak.com, Polman, Sulbar.- Berbagai modu operandi dilakukan pihak sekolah di Provinsi Sulawesi Barat untuk mengeruk keuntungan dari saku parah orang tua peserta didik baru tahun pelajaran 2022/2023.Padahal sejumlah regulasi di terbitkan pemerintah, baik melalui Leslatif maupun eksekutif seperti UU dan PP maupun Permen Dikbud tetapi faktanya tidak berlaku di Kabupaten Polewali Mandar.
Setelah kahirnya Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang larangan komite sekolah melakukan pungutan terhadap orang tua atau wali peserta didik kecuali dalam bentuk sumbangan, pihak sekolah tidak menyia- nyiakan momen bisnis yang bakal mempertebal saku dengan waktu singkat, dan kehadiran Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 tentang pelarangan sekolah negeri melakukan pungutan untuk membeli seragam sekolah termasuk logistik berupa logo, lambang lokasi sekolah, Osis dan Pramuka maupun dasi dan Topi yang sengaja diberi merek agar bagi orang tua peserta didik kesulitan untuk mendapatkan dipasaran umum. Demikian baju batik dan kostum olahraga juga telah disiapkan pihak sekolah dengan kerjasama penjahit sebagai mitra bisnis dengan harga cukup pantastis hingga mencapai Rp 500 ribu lebih hanya dua buah baju batik dan kostum setiap peserta didik baru.
Tersebutlah SMAN 1 Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat.
Praktik dugaan pungutan liar dengan mewajibkan orang tua peserta didik baru membayar iuran komite sebesar Rp 480.000 ( empat ratus delapan puluh ribuh rupiah) selama satu tahun.
Kepala SMA negeri 1 Wonomulyo, Muhammad Hatta yang hendak dikonfirmasi Wartawan MN, alami jalan buntut Lantaran oknum Kasek itu tidak bersedia ditemui dengan alasan sibuk diruangannya dan menyerahkan kepada wakilnya bidang Humas, Mahmud Said.
Mahmud Said sebelum memberi keterangan Pers, ia menyampaikan bahwa kasek lagi sibuk dan tidak bisa diganggu sehingga mendelegasikan kepada dirinya untuk memberi keterangan terkait informasi dibutuhkan wartawan media ini.
Wartawan MN melakukan Kross cehk tentang adanya praktik dugaan pungutan liar di lakukan pihak sekolah pasca PPDB tahun pelajaran 2022/2023.
Menurut Mahmud Said, sesungguhnya pihak sekolah melakukan pungutan iuran komite terhadap orang tua peserta didik baru merupakan hal biasa yang setiap tahun pelajaran baru dan pihak orang tua peserta didik baru tidak keberatan. Apalagi lanjut Mahmud Said, iuran pembayaran Komite sekolah itu diperuntukan kepada Guru Tidak Tetap ( GTT) yang tidak masuk dalam daftar dapodik sementara pihak sekolah membutuhkan tenaga sukarela untuk mengisi waktu untuk meningkatkan layanan pendidikan karena kurangnya tenaga pendidik berstatus ASN untuk menghadapi 1050 peserta didik di SMAN 1 Wonomulyo tahun pelajaran 2022/2023.
Selain itu, juga adanya tenaga sukarela yang digunakan tenaganya dibidang adminitrasi maupun lainnya juga tidak masuk dalam daftar penerimaan dana Bos berdasarkan juknis dan Bos.Sehingga salah satu solusi untuk memberi gaji intensif selama digunakan tenaganya, harus digunakan dana iuran komite yang bersumber dari penerimaan orang tua peserta didik, kata Mahmud Said.
Ketika diklarifikasi bahwa praktik pungutan iuran komiten yang dibebankan kepada orang tua peserta didik merupakan salah satu bentuk praktik pungutan liar karena bertentang dengan regulasi tentang pelarangan memungut iuran komite dengan menentukan nilainya. Tetapi Mahmud Said menegaskan, pihak melakukan pungutan iuran komite itu juga didukung oleh regulasi, hanya saja Mahmud Said tidak menyebut regulasi yang mendasari untuk melakukan pungutan iuran komite dari orang tua peserta didik.
Mahmud Said juga menyebut, iuran komite yang dipungut dari orang tua peserta didi baru sebesar Rp 580.000 perpeserta didik, namun tidak semua dikenakan seperti bersaudara lebih dari satu orang dan dikenakan hanya satu orang kecuali seragam baju dan kostum, itu tidak bisa digaransi, semuanya disamakan dan mustahil satu pasang baju, dua orang menggunakan secara bersamaan masuk sekolah.
Menurut Mahmud Said, ada dua opsi ditawarkan oleh pihak sekolah kepada orang tua peserta didik baru mengenai pembayaran iuran komite, yakni Pertama. Pembayaran dilakukan persemester dan Kedua. Pembayaran sekaligus satu tahun tetapi umumnya mereka parah orang tua peserta didik baru, lebih memilih opsi kedua.
Menjawab Awak Media Mitra Negara tentang harga seragam dinilai terlalu tinggi dan diduga menjadi obyek sasaran bisnis. Mahmud Said menegaskan, masalah pengadaan seragam, pihak sekolah tidak terlibat langsung tetapi hanya sebagai fasilitator dan memfasilitasi pertemuan dengan mengundang seluruh orang tua peserta didik dan 10 pengusaha penjahit untuk bernegoisasi kedua belah pihak tentang harga seragam disepekati, yakni sebesar Rp 480.000 ( empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebanyak dua pasang ( batik dan kostum).
” jika ada diantara peserta didik baru ekonomi tidak mampu membeli seragam baru tetapi memiliki saudara alumni SMAN 1 Wonomulyo dan masih memiliki seragam layak pakai, pihak sekolah tidak mempermasalahkan, bahkan dirinya melihat sejumlah peserta didik baru menggunakan seragam lama, mungkin seragam peninggalan kakaknya”, ungkap Mahmud Said.
Khusus logistik, lanjut Mahmud Said, itu tetap dikoordinir langsung oleh pihak sekolah seperti logo, lambang lokasi, Osis, dasi dan Topi yang bermerk SMAN 1 Wonomulyo dengan harga berbeda – beda, hanya saja Mahmud Said tidak menyebut harga secara rinci item logistik tersebut.
Mahmud Said menegaskan, apa yang dilakukan pihak sekolah itu untuk memungut iuran komite maupun lainnya berkaitan dengan pembelajaran bukan pungli tetapi merupakan ketentuan yang diterapkan di sekolah SMAN 1 Wonomulyo dan setiap peserta didik wajib mentaati tata tertib sekolah. intinya adalah keseragaman bagi setiap peserta didik sebagai wujud cerminan SMAN 1 Wonomulyo di mata masyarakat, kata Mahmud Said.
23/07/2022
(Andira.Red)